Pada masa pandemi Covid-19 ini, salah satu tren yang berkembang di masyarakat adalah maraknya pihak-pihak yang menawarkan pinjaman online. Bukan merupakan hal baru, namun memang layanan pinjaman online ini seolah menjadi angin segar bagi masyarakat Indonesia di masa perekonomian yang sulit. Pinjaman online juga dikenal dengan istilah Peer to Peer Lending (P2P Lending). Persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengajukan pinjaman di perusahaan penyedia jasa pinjaman online ini lebih mudah dibandingkan dengan mengajukan permohonan pinjaman di bank pada umumnya, bahkan mayoritas penyelenggara pinjaman online tidak mensyaratkan adanya jaminan. Keberadaan Peer to Peer Lending juga dikatakan sebagai penyelamat bagi masyarakat yang tidak dapat mengakses pembiayaan melalui bank. Penyelenggaraan layanan pinjaman online diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Peer to Peer Lending diartikan sebagai kegiatan yang melibatkan suatu penyedia jasa pinjaman yang menghubungkan pihak penerima dana (debitur) secara langsung dengan pemilik dana pinjaman (kreditur). Artinya bahwa dalam sistem Peer to Peer Lending ini ada 3 (tiga) pihak yang terlibat yaitu debitur, kreditur, dan penyelenggara layanan. Pemerintah Indonesia telah mengatur kegiatan ini melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK LPBBTI).
Pada prinsipnya melakukan pinjaman online pada penyedia jasa pinjaman online adalah aman namun meskipun demikian kita tetap harus waspada sebab dewasa ini banyak permasalahan yang terjadi berkaitan dengan pinjaman online diantaranya debitur gagal membayar kembali pinjaman, penyebaran data pribadi debitur untuk penagihan pembayaran pinjaman, atau penagihan oleh debt collector dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berikut merupakan kelebihan dan kekurangan dari Peer to Peer Lending yang harus dipahami oleh calon penerima dana:
Kelebihan
- Membantu ekspansi bisnis
- Pengajuan yang mudah
- Pencairan dana yang mudah dan cepat
- Inovasi layanan keuangan yang praktis
- Dapat dilakukan dimana pun dan kapan pun
- Sumber modal usaha
Kekurangan
- Sistem bunga harian
- Jangka waktu pelunasan relatif singkat
- Beberapa penyelenggara mengatur ketentuan denda yang terlampau cukup besar untuk setiap keterlambatan
- Plafon pinjaman terbatas
Keamanan dari pinjaman online juga harus dipastikan melalui pihak penyelenggara yang harus terlebih dahulu terdaftar dan memiliki izin dari OJK. Calon penerima dana wajib untuk memastikan legalitas dari penyelenggara layanan tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kegiatan usaha yang dilakukan telah sesuai dengan ketentuan hukum dan bukan merupakan perusahaan ilegal. Hal penting lain yang menjadi pertimbangan masyarakat sehingga masih ragu untuk melakukan pinjaman online adalah terkait dengan penagihan pembayaran pinjaman. Peristiwa yang sering terjadi adalah penagihan pinjaman online dilakukan oleh debt collector.
Mendengar kata debt collector cukup menimbulkan rasa takut bagi masyarakat sebab pada praktiknya penagihan oleh debt collector cenderung dilakukan dengan cara yang tidak baik seperti melakukan penagihan dengan nada yang mengancam hingga adu fisik dengan debitur. Istilah debt collector memang tidak dapat ditemukan dalam POJK LPBBTI melainkan dalam Pasal 103 yang mengatur mengenai penagihan, bahwa pihak penyelenggara dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain. Dapat kita asumsikan bahwa pihak lain yang dimaksud adalah debt collector itu sendiri, sehingga keterlibatan debt collector tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan.
Ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara apabila akan melakukan kerjasama dengan pihak lain tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 103 ayat (3) POJK LPBBTI yaitu pihak lain wajib berbentuk badan hukum, memiliki izin dari instansi berwenang, memiliki sumber daha manusia yang telah memperoleh sertifikai di bidang penagihan dari lembaga sertifikasi profesi yang terdaftar di OJK, dan pihak lain tersebut bukanlah afiliasi dari pihak Penyelenggara atau pemberi dana.
Pihak debitur atau penerima dana dalam hal proses penagihan dilakukan oleh debt collector berhak untuk meminta bukti-bukti berupa sertifikasi, surat peringatan (memuat keterangan tentang denda terutang, jumlah hari keterlambatan pembayaran kewajiban, dan posisi akhir total pendanaan yang belum dilunasi atau pokok terutang), serta identitas. Lebih lanjut, penagihan yang dilakukan oleh pihak lain harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, apabila ada penagihan yang dilakukan oleh pihak lain dalam rangka mewakili penyelenggara yang dilakukan dengan tindakan-tindakan yang sifatnya mengancam maka sudah pasti tindakan tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 104 POJK LPBBTI. Ketentuan yang ada dalam POJK LPBBTI wajib untuk dipatuhi oleh seluruh pihak-pihak terkait yang melaksanakan kegiatan usaha berupa layanan pendanaan bersama berbasis teknologi, apabila terjadi pelanggaran maka OJK sebagai lembaga yang melakukan pengawasan menyediakan layanan untuk menerima pengaduan dari masyarakat dan berwenang untuk menjatuhkan sanksi administratif yang dapat berupa peringatan tertulis hingga pencabutan izin usaha.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita pahami bahwa Peer to Peer Lending dapat menjadi solusi untuk permasalahan pendanaan bagi masyarakat namun dilain sisi juga dapat memunculkan masalah baru saat debitur tidak memahami dan memperhatikan risiko-risiko yang dapat terjadi. Oleh karenanya, penting untuk mempelajari sistem Peer to Peer Lending terlebih dahulu termasuk juga dengan kelebihan dan kekurangan dari layanan tersebut. Masyarakat yang akan mengajukan pinjaman online juga harus mengetahui kapasitas diri terkait dengan komitmen untuk melakukan pembayaran pinjaman dalam waktu yang relatif singkat.