Serba-Serbi Pelanggaran Merek dan Aturan Hukumnya

Oct 7, 2022 | Corporate & Compliance

Merek adalah suatu gambar atau nama yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu produk atau perusahaan di pasaran. Adanya perlindungan hukum bagi pemilik merek yang sah dimaksudkan untuk memberikan hak yang sifatnya eksklusif (khusus) bagi pemilik merek (exclusive right) agar pihak lain tidak dapat menggunakan tanda yang sama atau mirip dengan yang dimilikinya baik untuk barang atau jasa yang sama atau hampir sama. Pelanggaran Merek yang kerap terjadi yakni antara lain peniruan, pemalsuan, atau pemakaian merek tanpa hak terhadap merek-merek tertentu, dan passing off. Keadaan seperti ini tentu saja tidak hanya akan merugikan pemilik merek, tetapi juga akan merugikan para konsumen. Modus pelanggaran merek telah bergerak ke tingkat yang lebih canggih. Bila dulu pelanggaran ini dilakukan dengan memasang merek, logo, dan bahan persis dengan yang asli, sekarang penggunaan merek yang mirip dengan merek lain yang sudah terdaftar serta penggunaan merek yang sama dan atau mirip dengan merek lain sehingga menimbulkan kesalahan persepsi di benak masyarakat sudah mulai marak, pelanggaran merek ini disebut passing off.

Passing Off dapat diartikan sebagai pemboncengan reputasi dan citra terhadap sebuah merek yang sudah terlebih dahulu ada dan atau lebih terkenal dengan tujuan untuk mengecoh masyarakat umum dan mengakibatkan publik salah memilih barang yang seharusnya. Bagi pihak pelaku passing off akan mendatangkan keuntungan tetapi pihak yang diboncengi mengalami kerugian yang tidak sedikit. Salah satu contoh kiasan tindakan passing off adalah jika terdapat merek terkenal yang sudah terdaftar terlebih dahulu pada pangkalan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dengan nama merek “Jelita”, namun di kemudian hari ditemukan pendaftaran merek yang memiliki kemiripan nama sehingga dapat pengecoh masyarakat umum dengan nama merek “Djelita”, hal ini dapat dikatakan sebagai tindakan passing off.

Lantas, bagaimana aturan hukum bagi pelanggaran Hak atas Merek baik perdata maupun pidana?

Bentuk-Bentuk pelanggaran atas Merek diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG), Pasal 100 sampai dengan Pasal 103. Penyelesaian Sengketa Gugatan atas Pelanggaran Merek dapat dilakukan melalui pengadilan niaga yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pelanggaran terhadap merek. UU MIG telah mengatur mengenai Penyelesaian Sengketa Gugatan atas Pelanggaran Merek, sebagaimana dinyatakan pada Pasal 83 bahwa Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa gugatan ganti rugi; dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut.

Pasal 100 ayat (1) UU MIG pula menyatakan bahwa pelanggaran atas Merek termasuk jenis pelanggaran yang dapat dilihat secara eksplisit dalam Pasal 100 ayat 1 dan ayat 2 UU Merek, yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) serta setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Adapun delik terhadap pelanggaran merek adalah delik aduan. Ketentuan pidana dalam Undang-Undang Merek ini ditetapkan sebagai pelanggaran dan bukan kejahatan. Hal ini tentunya akan menjadi pertimbangan bagi pemilik Merek terdaftar untuk memilih menyelesaikan kasus pelanggaran Merek melalui proses pidana. Dilihat dari sisi penyelesaian dari Hukum Perdata, sistem penyelesaian atas pelanggaran Merek jika merujuk pada ketentuan Pasal 83 ayat (3) diajukan kepada Pengadilan Niaga dan Pasal 93 melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

Jika rekan-rekan memiliki pertanyaan terkait artikel ini, atau pertanyaan lain nya seputar hukum Kekayaan Intelektual, jangan ragu untuk menghubungi kami di info@rahlegalexperts.com , kami tunggu. Terima Kasih.

Related insights